Selasa, 30 April 2013

Syeikh Taqiyudin An-Nabhani : Pendiri Hizbut Tahrir


Syeikh Taqiyudin An-Nabhani

Biografi Singkat (1909 - 1977)
Nasab Beliau

Beliau adalah Syaikh Muhammad Taqiyyuddin bin Ibrahim bin Musthafa bin Ismail bin Yusuf An Nabhani, dinisbahkan kepada kabilah Bani Nabhan, yang termasuk orang Arab penghuni padang sahara di Palestina. Mereka bermukim di daerah Ijzim yang termasuk wilayah Haifa di Palestina Utara.

Kelahiran dan Pertumbuhan Beliau

Syaikh An Nabhani dilahirkan di daerah Ijzim pada tahun 1909. Beliau mendapat didikan ilmu dan agama di rumah dari ayah beliau sendiri, seorang syaikh yang faqih fid din. Ayah beliau seorang pengajar ilmu-ilmu syari’ah di Kementerian Pendidikan Palestina. Ibu beliau juga menguasai beberapa cabang ilmu syari’ah, yang diperolehnya dari ayahnya, Syaikh Yusuf bin Ismail bin Yusuf An Nabhani. Beliau ini adalah seorang qadly (hakim), penyair, sastrawan, dan salah seorang ulama terkemuka dalam Daulah Utsmaniyah.

Mengenai Syaikh Yusuf An Nabhani ini, beberapa penulis biografi menyebutkan : “(Dia adalah) Yusuf bin Ismail bin Yusuf bin Hasan bin Muhammad An Nabhani Asy Syafi’i. Julukannya Abul Mahasin. Dia adalah seorang penyair, sufi, dan termasuk salah seorang qadly yang terkemuka. Dia menangani peradilan (qadla’) di Qushbah Janin, yang termasuk wilayah Nablus. Kemudian beliau berpindah ke Konstantinopel (Istambul) dan diangkat sebagai qadly untuk menangani peradilan di Sinjiq yang termasuk wilayah Moshul. Dia kemudian menjabat sebagai ketua Mahkamah Jaza’ di Al Ladziqiyah, kemudian di Al Quds. Selanjutnya dia menjabat sebagai ketua Mahkamah Huquq di Beirut. Dia menulis banyak kitab yang jumlahnya mencapai 80 buah.”

Pertumbuhan Syaikh Taqiyyuddin dalam suasana keagamaan yang kental seperti itu, ternyata mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan kepribadian dan pandangan hidup beliau. Beliau telah hafal Al Qur’an seluruhnya dalam usia yang amat muda, yaitu di bawah usia 13 tahun.Beliau banyak mendapat pengaruh dari kakek beliau, Syaikh Yusuf An Nabhani, dan menimba ilmu beliau yang luas. Syaikh Taqiyyuddin juga sudah mulai mengerti masalah-masalah politik yang penting, di mana kakek beliau mengalami langsung peristiwa-peristiwanya karena mempunyai hubungan erat dengan para penguasa Daulah Utsmaniyah saat itu. Beliau banyak menarik pelajaran dari majelis-majelis dan diskusi-diskusi fiqih yang diselenggarakan oleh kakek beliau, Syaikh Yusuf An Nabhani. Kecerdasan dan kecerdikan Syaikh Taqiyyuddin yang nampak saat mengikuti majelis-majelis ilmu tersebut telah menarik perhatian kakeknya.

Oleh karenanya, kakek beliau begitu memperhatikan Syaikh Taqiyyuddin dan berusaha meyakinkan ayah beliau –Syaikh Ibrahim bin Musthafa– mengenai perlunya mengirim Syaikh Taqiyyuddin ke Al Azhar untuk melanjutkan pendidikan beliau dalam ilmu syari’ah.

Ilmu dan Pendidikan Beliau

Syaikh Taqiyyuddin menerima pendidikan dasar-dasar ilmu syari’ah dari ayah dan kakek beliau, yang telah mengajarkan hafalan Al Qur’an sehingga beliau hafal Al Qur’an seluruhnya sebelum baligh. Di samping itu, beliau juga mendapatkan pendidikannya di sekolah-sekolah negeri ketika beliau bersekolah di sekolah dasar di daerah Ijzim.

Kemudian beliau berpindah ke sebuah sekolah di Akka untuk melanjutkan pendidikannya ke sekolah menengah. Sebelum beliau menamatkan sekolahnya di Akka, beliau telah bertolak ke Kairo untuk meneruskan pendidikannya di Al Azhar, guna mewujudkan dorongan kakeknya, Syaikh Yusuf An Nabhani.

Syaikh Taqiyyuddin kemudian meneruskan pendidikannya di Tsanawiyah Al Azhar pada tahun 1928 dan pada tahun yang sama beliau meraih ijazah dengan predikat sangat memuaskan. Lalu beliau melanjutkan studinya di Kulliyah Darul Ulum yang saat itu merupakan cabang Al Azhar. Di samping itu beliau banyak menghadiri halaqah-halaqah ilmiyah di Al Azhar yang diikuti oleh syaikh-syaikh Al Azhar, semisal Syaikh Muhammad Al Hidlir Husain –rahimahullah– seperti yang pernah disarankan oleh kakek beliau. Hal itu dimungkinkan karena sistem pengajaran lama Al Azhar membolehkannya.

Meskipun Syaikh Taqiyyuddin menghimpun sistem Al Azhar lama dengan Darul Ulum, akan tetapi beliau tetap menampakkan keunggulan dan keistimewaan dalam kesungguhan dan ketekunan belajar.

Syaikh Taqiyyuddin telah menarik perhatian kawan-kawan dan dosen-dosennya karena kecermatannya dalam berpikir dan kuatnya pendapat seta hujjah yang beliau lontarkan dalam perdebatan-perdebatan dan diskusi-diskusi fikriyah, yang diselenggarakan oleh lembaga-lembaga ilmu yang ada saat itu di Kairo dan di negeri-negeri Islam lainnya. Syaikh Taqiyyuddin An Nabhani menamatkan kuliahnya di Darul Ulum pada tahun 1932. Pada tahun yang sama beliau menamatkan pula kuliahnya di Al Azhar Asy Syarif menurut sistem lama, di mana para mahasiswanya dapat memilih beberapa syaikh Al Azhar dan menghadiri halaqah-halaqah mereka mengenai bahasa Arab, dan ilmu-ilmu syari’ah seperti fiqih, ushul fiqih, hadits, tafsir, tauhid (ilmu kalam), dan yang sejenisnya.

Dalam forum-forum halaqah ilmiyah tersebut, An Nabhani dikenal oleh kawan-kawan dan sahabat-sahabat terdekatnya dari kalangan Al Azhar, sebagai sosok dengan pemikiran yang genial, pendapat yang kokoh, pemahaman dan pemikiran yang mendalam, serta berkemampuan tinggi untuk meyakinkan orang dalam perdebatan-perdebatan dan diskusi-diskusi fikriyah. Demikian juga beliau sangatlah bersungguh-sungguh, tekun, dan bersemangat dalam memanfaatkan waktu guna menimba ilmu dan belajar.

0 Comments:

Posting Komentar

Rasulullah bersabda :
وَالْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ صَدَقَةٌ
“Kata-kata yang baik adalah sedekah.” (HR. Al-Bukhari ) :)

Jangan Lupa Untuk memberikan komentar dengan sopan dan tertib agar Blogger Indonesia di mata dunia mengaggap bahwa kita itu ramah dan baik dalam menanggapi sesuatu, Silahkan pasang link dan follow blog, In syaa Allah, akan diblas + kunjungan Balik. :D



fb comment:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...